19 Desember 2017
17.20 WIB
Cheers,
Akhirnya nulis lagi! 😁
Rabi'atul Aprianti
17.20 WIB
Prioritas
Sumber: pribadi |
Tepat 2 bulan pasca saya memasuki kehidupan pernikahan dan lebih kurang 4 bulan secara formal lulus dr studi lanjut profesi psikolog. Adaptasi di beberapa sisi kehidupan tentu saja terjadi meski sejumlah sisi lain terus berjalan seperti sebelumnya. Well, memang tidak bisa benar-benar disebut "seperti sebelumnya" karena banyak hal tidak lagi sama. Misalnya, sebelumnya katakanlah saya anak rantau yang mengatur keuangan sampai jadwal cuci baju sendiri. Setelah menikah, pengaturan-pengaturan dibahas dengan pasangan meski beberapa hal tetap saya yang eksekusi. Hal lain, karena perlu izin suami, maka tawaran-tawaran pekerjaan perlu didiskusikan dengan suami terutama terkait waktu (utamanya proyek-proyek di weekend). Beda ketika single and very happy (haha) urusan terima tolak diputuskan langsung sendiri.
Pasca menikah dan memiliki izin untuk berpraktik sebagai psikolog pendidikan, sebenarnya secara pribadi saya merasa sudah pada posisi yang diidamkan 😊. Hamdalah. Tapi tentu saja hidup bisa dikatakan seperti naik sepeda, kalau kita gak "ngontel" kita bisa jatuh. Keseimbangan jadi kunci penting dalam kehidupan saya di fase ini.
Sejumlah teman mungkin berpikir bahwa, "enak ya sudah lulus s2 sudah nikah", lalu minta sharing kira-kira apa yang belum mereka alami sehingga belum menyelesaikan tugas perkembangan dewasa awal. Its okay gaes, nikmati saja, Tuhan tahu tapi menunggu, mungkin sekarang masih menunggu waktu yang tepat. Toh semua manusia punya timezone masing-masing kan? Dan setelah nanti sampai pada tugas perkembangan dewasa awal juga sebenarnya tidak "semudah itu". Selalu, kita butuh survive.
Pr saya saat ini adalah tentang keseimbangan. Keseimbangan dalam peran-peran yang sudah disandang (atau diterima). Peran pada profesi yang dipilih, peran dalam kehidupan rumah tangga, peran dalam keluarga besar, dan peran dalam masyarakat. Dan "ngontel" sepeda yang saya sebutkan sebelumnya adalah tentang prioritas dalam menjalankan peran.
Prioritas (n) secara bahasa berarti "yang didahulukan dan diutamakan daripada yang lain". Saya pribadi memaknainya bukan dengan mengurutkan peran 1. Ibu rumah tangga 2. Psikolog pendidikan 3. ..... 4. ..... Tidak. Saya tidak memilih untuk membuat prioritas semacam itu. Saya lebih senang membuat prioritas dalam setiap peran yang saya jalani. Misalnya dalam peran sebagai ibu rumah tangga dan istri, prioritas saya saat ini adalah pekerjaan domestik & pengaturan keuangan. Dalam profesi sebagai psikolog pendidikan, saya lebih memilih untuk self employee & kerja part time/associate di instansi. Di masyarakat prioritas saya untuk membantu orang lain dengan ikut gerakan sosial/program volunteer. Atau untuk peran-peran lainnya saya juga memiliki prioritas sendiri. Prioritas-prioritas itu saya buat dengan waktu yang tidak singkat karena saya perlu waktu menelaah hal apa yang sebenarnya saya sukai untuk kemudian jadi acuan berkegiatan. Selain itu, tentu saja membuat semua peran yang saya jalani jadi "seimbang" atau setidaknya "terasa lebih seimbang". Orang lain atau khususnya perempuan lain mungkin memiliki prioritas yang berbeda, semua manusia bebas memilih & mengatur prioritasnya.
Dari proses yang sedang saya jalani ini, which is mengatur prioritas di semua peran, saya merasa sedang mengayuh sepeda saya, mengatur keseimbangan diri supaya tidak jatuh. Mengatur keseimbangan diri supaya semua peran dapat dengan baik dijalani & membahagiakan prosesnya. Lalu tentu saja tetap memberdayakan (semoga) semua potensi yang saya miliki. Saya sadar ternyata Tuhan Maha Baik memberikan diri perempuan kemampuan luar biasa untuk menjalani semua peran yang diberikan secara fitrahnya maupun untuk peran-peran yang memang dipilihnya :)
Kalau kamu saat ini, prioritasnya bagaimana?
Cheers,
Akhirnya nulis lagi! 😁
Rabi'atul Aprianti
Komentar
Posting Komentar