Kamis, 09 Maret 2017
16.46 WIB
Hei, been a while :)
Sebagai seorang anak perempuan yang lebih sering ditanya mengenai hasil, saya seringkali menjadi seseorang yang tidak menikmati proses. Saya sadari itu sejak dulu. Tapi justru sejak mencelupkan diri ke dalam kawah psikologi, saya dituntut untuk berproses dan menikmati prosesnya. Menikmati rasa sakit, menikmati rasa senang, menikmati rasa marah, menikmati rasa kesal, bahkan mengamati diri sendiri saat merasakan semua sensasi dan emosi-emosi itu.
Sejak bekerja kemudian studi lanjut, dorongan untuk menyukai proses semakin terasa. Karena hasil tidak selalu ada dalam waktu singkat dan tidak selalu terlihat sangat nyata, maka yang terpampang nyata di hadapan saya adalah proses. Proses dengan segala dimensi rasa dan pergulatan kognitif serta bumbu hubungan-hubungan interpersonal di dalamnya. Misalnya, seperti yang saat ini sedang saya jalani. Tahap akhir studi lanjut yang justru semakin hectic dari fase-fase sebelumnya. Di tahap ini, saya masih bergulat dengan klien untuk kasus individual, ditambah dengan magang di sekolah membantu peran BK (Bimbingan Konseling ya bukan Burger King :p), kasus sistem sekolah (analisis kebutuhan sekolah pada bagian-bagian yang masih perlu pengembangan), bimbingan (kasus-kasus individual dan kasus sistem supervisornya berbeda-beda jadi harus sana sini juga buat bimbingan hiks), publikasi penelitian di jurnal, dan tentunya Miss Dissertation (aka Tesis kata orang Indonesia mah).
Sejujurnya, awalnya saya stres berat karena segudang hal di atas (pada teorinya) harus saya selesaikan di periode Februari sampai Juli 2017 ini. Saya sadar bahwa kemungkinan saya untuk tidak sesuai deadline masa studi termasuk besar. Kemudian saya yang anaknya memang suka menakuti diri sendiri dengan kecemasan dan list deadline ini jadi frustasi. Energi yang harusnya saya alokasikan untuk serenteng tugas-tugas itu justru habis di jalan dengan diri saya yang frustasi. Sayang ya? Makanan dan minuman yang masuk kemudian menjadi energi terbuang ke kegiatan yang tidak relevan dengan proses penting yang harus saya selesaikan. Disitu kemudian saya sadar, bahwa proses yang sedang saya jalani lebih penting dari kecemasan dan frustasi yang belum saya bungkus rapi. Saya lalu belajar lagi untuk menyukai proses, menikmati jatuh bangun yang sedang saya jalani. Menyemangati diri untuk mengurangi waktu tidur dan tentunya lebih sering memakai masker (supaya tetep syantik dan kantong matanya gak keliatan banget hehe).
Menyukai proses adalah langkah awal dari menikmati proses itu sendiri. Cara satu orang dengan orang yang lain untuk mulai menyukai proses akan berbeda-beda. Saya memulainya dengan berpikir bahwa energi saya sia-sia jika dialokasikan ke stress dan frustasi yang saya rasakan. Dukungan dari orangtua dan teman-teman terdekat menjadi suntikan vitamin tambahan yang signifikan pengaruhnya untuk saya. Orang lain akan menemukan jalan lain, mungkin dengan berusaha mencari sisi menyenangkan dari proses yang sedang dijalani atau mencari dukungan dari pihak luar untuk mengingatkan. Bisa apa saja.
Proses yang sedang kita semua lalui atau jalani hari ini bisa saja berbeda, tapi semoga kita semua bisa belajar untuk menyukai dan menikmati proses-proses itu bersama. Dan jangan lupa pastikan bahwa proses yang sedang kita jalani membawa kita ke arah yang baik, ke kebaikan yang bisa bermanfaat dan membaikkan banyak orang. Insya Allah. :)
Cheers,
Semoga bermanfaat ya
Rabi'atul Aprianti
16.46 WIB
Hei, been a while :)
Sebagai seorang anak perempuan yang lebih sering ditanya mengenai hasil, saya seringkali menjadi seseorang yang tidak menikmati proses. Saya sadari itu sejak dulu. Tapi justru sejak mencelupkan diri ke dalam kawah psikologi, saya dituntut untuk berproses dan menikmati prosesnya. Menikmati rasa sakit, menikmati rasa senang, menikmati rasa marah, menikmati rasa kesal, bahkan mengamati diri sendiri saat merasakan semua sensasi dan emosi-emosi itu.
Sejak bekerja kemudian studi lanjut, dorongan untuk menyukai proses semakin terasa. Karena hasil tidak selalu ada dalam waktu singkat dan tidak selalu terlihat sangat nyata, maka yang terpampang nyata di hadapan saya adalah proses. Proses dengan segala dimensi rasa dan pergulatan kognitif serta bumbu hubungan-hubungan interpersonal di dalamnya. Misalnya, seperti yang saat ini sedang saya jalani. Tahap akhir studi lanjut yang justru semakin hectic dari fase-fase sebelumnya. Di tahap ini, saya masih bergulat dengan klien untuk kasus individual, ditambah dengan magang di sekolah membantu peran BK (Bimbingan Konseling ya bukan Burger King :p), kasus sistem sekolah (analisis kebutuhan sekolah pada bagian-bagian yang masih perlu pengembangan), bimbingan (kasus-kasus individual dan kasus sistem supervisornya berbeda-beda jadi harus sana sini juga buat bimbingan hiks), publikasi penelitian di jurnal, dan tentunya Miss Dissertation (aka Tesis kata orang Indonesia mah).
Sejujurnya, awalnya saya stres berat karena segudang hal di atas (pada teorinya) harus saya selesaikan di periode Februari sampai Juli 2017 ini. Saya sadar bahwa kemungkinan saya untuk tidak sesuai deadline masa studi termasuk besar. Kemudian saya yang anaknya memang suka menakuti diri sendiri dengan kecemasan dan list deadline ini jadi frustasi. Energi yang harusnya saya alokasikan untuk serenteng tugas-tugas itu justru habis di jalan dengan diri saya yang frustasi. Sayang ya? Makanan dan minuman yang masuk kemudian menjadi energi terbuang ke kegiatan yang tidak relevan dengan proses penting yang harus saya selesaikan. Disitu kemudian saya sadar, bahwa proses yang sedang saya jalani lebih penting dari kecemasan dan frustasi yang belum saya bungkus rapi. Saya lalu belajar lagi untuk menyukai proses, menikmati jatuh bangun yang sedang saya jalani. Menyemangati diri untuk mengurangi waktu tidur dan tentunya lebih sering memakai masker (supaya tetep syantik dan kantong matanya gak keliatan banget hehe).
Menyukai proses adalah langkah awal dari menikmati proses itu sendiri. Cara satu orang dengan orang yang lain untuk mulai menyukai proses akan berbeda-beda. Saya memulainya dengan berpikir bahwa energi saya sia-sia jika dialokasikan ke stress dan frustasi yang saya rasakan. Dukungan dari orangtua dan teman-teman terdekat menjadi suntikan vitamin tambahan yang signifikan pengaruhnya untuk saya. Orang lain akan menemukan jalan lain, mungkin dengan berusaha mencari sisi menyenangkan dari proses yang sedang dijalani atau mencari dukungan dari pihak luar untuk mengingatkan. Bisa apa saja.
Proses yang sedang kita semua lalui atau jalani hari ini bisa saja berbeda, tapi semoga kita semua bisa belajar untuk menyukai dan menikmati proses-proses itu bersama. Dan jangan lupa pastikan bahwa proses yang sedang kita jalani membawa kita ke arah yang baik, ke kebaikan yang bisa bermanfaat dan membaikkan banyak orang. Insya Allah. :)
Cheers,
Semoga bermanfaat ya
Rabi'atul Aprianti
Komentar
Posting Komentar