Selasa, 21 Maret 2017
20.00 WIB
Mengapa Saya Suka Membaca Buku
Seorang teman berkata, “kamu kutu buku ya” persis setelah ia tahu saya
menunda tidur hingga pukul 3 pagi demi menyelesaikan membaca satu novel. Saya
merasa tidak se-kutu buku itu, tetapi ya entah berapa kali saya begadang demi menyelesaikan petualangan
yang saya lakukan lewat membaca buku. Sederhana, alasannya karena penasaran. Membaca
buku persis seperti minum coklat panas yang tidak akan saya akhiri sampai
coklat panas itu habis. Buku menjadi teman paling setia yang tentu tidak akan
pernah meninggalkan saya seperti manusia (eitss gak niat curhat, bro). Buku-buku
menjadi pelarian sekaligus dunia-dunia lain yang bisa dikunjungi kapan saja
kita mau (atau kapan kita punya alokasi dana untuk belinya hehe).
Well, mengapa saya membaca buku?
Ayah saya adalah orang paling berjasa dalam dunia yang saya tinggali
sebagai sosok yang mengenalkan saya pada buku. Saat saya berusia 5 tahun dan
adik saya lebih kurang 3,5 tahun, ayah saya akan membawa kami ke sebuah toko
buku di kota. Disana, kami diberi waktu 1 jam untuk wara-wiri melihat-lihat buku dan membacanya sebisa kami. Setelah itu
ayah saya akan memberi jatah membeli 1 buku untuk dibawa pulang. Setelah saya
renungkan saat ini, ketika itu kondisi financial ayah dan ibu saya belum
benar-benar stabil, sehingga memberikan kedua putrinya alokasi dana untuk
membeli satu buku di toko minggu pada hari minggu tentu bukan suatu keputusan
yang ringan. Dengan ketidaktahuan saya akan hal itu, tentu saja saya pulang
dengan bangga membawa 1 buku yang saya pilih sendiri untuk dibeli.
Di rumah, buku yang saya beli itu akan saya baca berulang kali sampai saya
hafal setiap kata di dalamnya dan ingat gambar-gambar di setiap halamannya. Saya
tidak pernah tahu kapan ayah saya akan mengajak kami kembali pada hari minggu
untuk pergi ke toko buku di kota. Tetapi, hal ini berulang setiap kali
pengulangan kejadian terjadi.
Lebih dari itu, ayah saya menyukai buku. Di beberapa akhir pekan, ayah saya
memiliki cukup waktu untuk mengajak kami piknik ke pantai. Ibu dan nenek saya
selalu menyiapkan makan siang kami dan buah-buahan yang sudah dipotong untuk
acara piknik kami. Tentu saja kami menyiapkan lampit dan tenda (hadiah yang saya dan adik saya dapatkan dari
saudara). Setelah makan siang, saya dan adik akan berlari ke pantai untuk main
air, ibu saya akan makan buah atau berjalan-jalan untuk survei penjual makanan,
sementara ayah saya akan duduk disitu, di atas lampit untuk membaca buku.
Jadi, mengapa saya membaca buku?
Pertama karena saya
dikondisikan untuk menyukai buku. Saya dan adik-adik dibiasakan untuk sering
bertemu dengan buku dan menjadikan buku bagian dari hidup kami. Dalam bahasa
psikologi bisa disebut conditioning. Kedua,
karena ayah saya memberikan teladan untuk suka membaca buku. Di psikologi, ini
disebut imitation/ imitating behavior. Dua
hal itu cukup membuat saya dan adik-adik saya melihat buku sebagai makhluk yang
menarik. Sampai hari ini. Anggaplah ini warisan dari ayah saya. Warisan tidak kasat mata :)
Kamu, suka baca buku?
Rabi'atul Aprianti
Komentar
Posting Komentar