10 Januari 2017
21.15 WIB
Ujian Promosi Doktor
Hari ini kami, prodik 2015, membantu jalannya ujian promosi doktor salah satu dosen kami di Fakultas Psikologi UI. Setelah jaga buku tamu sampai lebih kurang pukul 11.00 WIB, saya dan beberapa teman memutuskan untuk masuk dan sit in di dalam ruangan. Ujian sudah dimulai sejak pukul 10.00, sehingga saat saya masuk ke ruang auditorium kegiatan ujian sudah masuk di tahap akhir tanya jawab.
Ternyata ujian promosi doktor itu menarik untuk disaksikan ya. Bukan hanya tentang menonton live ujian dan sesi diskusi yang menambah wawasan tapi lebih dari itu. Apa lebihnya?
Ketika tiba saat pengukuhan, promotor (yang juga salah satu dosen kami; dosen favorit) menceritakan jatuh bangun dosen yang sedang ujian promosi doktor dalam menyelesaikan sekolah doktornya yang terhitung 6 tahun sejak 2011. Ceritanya flowing dan bikin merinding.
Dosen yang ujian, sebut saja MP, memiliki suami yang merupakan dosen di fakultas lain. Dulu mereka bertemu saat masih sama-sama S1. Mereka teman satu angkatan karena masuk UI dalam tahun yang sama. MP dan suami beliau kemudian lulus bersama hingga menikah, sama-sama menjadi dosen, studi lanjut, bahkan saat mendaftar program doktor pun dilakukan bersama. Bedanya tentu suami beliau di fakultas lain meski sama-sama di UI.
MP dikatakan cenderung introvert, menyukai suasana sepi, musik klasik, ketenangan, berbeda dengan sang suami yang lebih periang, gaul, senang mendengatkan musik rock sampai dengan cicak rowo. Beliau berdua dikaruniai 2 anak, laki-laki dan perempuan.
31 jan 2015 saat tinggal menulis hasil penelitian disertasi, suami MP meninggal mendadak. Sejak itu, pastinya MP sedih sekali dan kehilangan. Proses sekolah doktor tentu juga tidak mudah. MP beberapa kali masuk RS karena DB dan tifoid. MP sempat ingin give up dalam sekolah doktornya. Alhamdulillah ada dukungan dari keluarga, promotor, dan teman sejawat untuk tetap menyelesaikan sampai akhirnya beliau tadi pagi ujian promosi.
Saya duduk di salah satu kursi di ruangan itu. Mencermati setiap kata dari ibu promotor dan merinding sendiri mendengarkan ceritanya. Saya lihat beberapa kali wajah MP menahan tangis sampai akhirnya menangis yang mungkin membuat ibu promotor juga berembun kaca matanya.
Insight yang saya ambil sebenarnya simpel, life will always have a stumbling block in our way, apapun itu bahkan mungkin harus sampai ditinggalkan orang yang paling kita sayangi supaya kita tumbuh lebih kuat. But yes, 7 kali kita jatuh artinya 8 kali kita harus bangun lagi. Seringkali, daya juang jauh jauh jauh lebih berharga daripada kepintaran atau kecerdasan. Walaupun, indeed, orang yang cerdas harusnya paham bahwa hidup adalah juga tentang perjuangan.
Dan, kisahnya MP dengan almarhum suaminya sesederhana itu, tapi sekaligus memperlihatkan ke saya sewowww itu perasaan saya mendengar cerita tentang beliau berdua. Lulus S1 sama-sama, menikah, mengurus anak, jadi dosen, daftar s3 sama-sama sampai salah satu pulang lebih dulu ke rumah yang lebih abadi. Pasti beruntung ya orang-orang yang memiliki pasangan yang baik dan saling membaikkan. Saling dukung untuk sampai ke mimpi-mimpi baik masing-masing. Mungkin juga tidak hanya pasangan tapi juga keluarga, sahabat, inner circle.
Dan statement ibu promotor di bagian akhir yang membuat saya, sejujurnya lebih kacau lagi perasaannya, adalah "di atas sana, pasti almarhum suami tersenyum karena hari ini melihat istri tercintanya berhasil menyelesaikan sekolah doktornya, meraih 1 mimpinya dan mimpi kalian bersama".
Saya masih di salah satu tempat duduk di ruangan itu, freezing.
Well, 2 hal ya
1. Daya juang
2. True love is there, right there, if you havent found it yet, be patience.
Rabi'atul Aprianti
Komentar
Posting Komentar