Minggu, 13 Maret 2016
12.50 WIB
Bingung. Ya udahlah ya nurut aja.
"Semua manusia itu pasti akan pulang lagi ke Allah" begitu kata ayah saya.
Ini dia, oase di padang pasir.
12.50 WIB
Bahkan Diri Kita bukan Milik Kita
Saya sudah lupa, berapa belas tahun yang lalu. Suatu subuh, saya bangun tidur dan melihat ayah ibu saya sudah tidak ada di tempat tidurnya. Adik saya (saat itu baru 2) masih tertidur lelap. Kata nenek dan adik nenek saya (yang sampai saat ini saya panggil "mama" juga karena mengurus saya sejak kecil), ayah dan ibu saya ke rumah sakit. Tidak lama kemudian, nenek saya berkata bahwa "Hari ini ga usah sekolah ya, kita ke rumah nenek haji."
Bingung. Ya udahlah ya nurut aja.
Nenek haji adalah panggilan untuk ibu dari ayah saya. Subuh itu, nenek haji meninggal di rumah sakit tidak lama setelah ayah dan ibu saya sampai di sisi ranjangnya. Hari itu juga pertama kalinya saya melihat bagaimana proses memandikan jenazah, mengkafani, menyolatkan, mencium terakhir, sampai dengan memasukkan jenazah nenek haji ke liang lahat. Ayah ibu saya membolehkan saya menyaksikan semuanya. Ayah saya juga yang membimbing saya untuk mencium nenek haji terakhir kali. "Boleh di pipi atau di kening, terserah yanti" begitu dulu kata ayah saya. Waktu itu saya kelas 3 SD.
"Semua manusia itu pasti akan pulang lagi ke Allah" begitu kata ayah saya.
Beranjak besar (meskipun masih SD) saya entah mengapa suka sekali berenang. Dulu, daerah Samboja yang masih kampung sekali ga punya kolam renang umum. Kami harus ke kota Balikpapan kalau mau renang di kolam renang. Alhasil setiap hujan dan sungai kecil depan rumah nenek curah airnya tinggi, saya akan melompat dari jembatan dan berenang disitu. Sampai kulit tangan keriput atau badan menggigil kedinginan barulah saya naik. Atau sampai ibu atau nenek saya "cuap-cuap" barulah saya insyaf. (Saya memang bukan anak manis waktu kecil).
Suatu hari, setelah hujan deras curah air sungai kecil meluap, saya siap-siap untuk jadi atlet renang. Saat itu entah kenapa saya ingin renang dengan sendal kesukaan saya. Kata kakek, kalau renang disitu harus hati-hati karena bisa saja di tanah ada bekas-bekas beling. Sebagai antisipasi, saya renang dengan sendal. Tentu saja itu bukan hal yang cukup tepat, tidak lama sendal saya hanyut entah kemana. Sedih, itu sendal kesukaan saya.
Saya kemudian ingat ayah saya pernah berkata, "jika ada sesuatu yang hilang, jika masih rezekimu dia akan kembali, jika bukan rezekimu lagi maka ikhlaskan, nanti diganti dengan yang lebih baik. Semua yang kamu punya titipan Allah." Saat si sendal kesukaan hanyut, saya pikir "ya kalau masih rezeki nanti kembali."
Ketika saya SMP, menyusul kai haji (kai adalah panggilan untuk kakek di kalimantan) meninggal. Saat itu saya ingat ayah saya pernah bilang "semua akan pulang lagi ke Allah." Di tahun 2010, giliran kakek dari mamah yang meninggal. Rasanya lebih mencekat karena mungkin saat itu saya sudah besar dan kakek meninggal ketika pergi haji sehingga jenazahnya dimakamkan di Mekkah.
Lagi-lagi ayah saya bilang, "semua akan pulang ke Allah, kakek pulang nya bagus sekali."
Di 2012, ayah saya mengalami kemunduran finansial. Pertama karena penipuan di salah satu usahanya. Kemudian merambat ke kemunduran usaha-usaha lain karena mem-back up kerugian penipuan itu. Semakin lama kondisi finansial semakin kritis, keluarga kami tertolong karena memiliki simpanan/tabungan.
Di masa sulit itu, ibu dari salah satu sahabat saya berkata pada saya, "semua yang kita punya itu nak, cuma titipan Allah, harta orang tuamu, orang tuamu, keluargamu, teman-temanmu, bahkan dirimu sendiri, sebenarnya bukan milikmu. Semua yang kita punya ini termasuk diri kita sendiri cuma titipan. Kita semua nak besok itu pulang, balik ke Allah. Jangan kamu nak sedih-sedih terlalu lama, banyak yang masih bisa kamu lakukan."
Ini dia, oase di padang pasir.
"...bahkan dirimu sendiri, sebenarnya bukan milikmu.."
Ya. Besok atau lusa, kita semua akan pulang. Pulang ke Yang Maha Memiliki. Karena diri kita sesungguhnya bukan milik kita.
Rabi'atul Aprianti
Komentar
Posting Komentar