Kamis, 01 oktober 2015
Tiga (katakanlah) postulat di atas menggambarkan siapa orang tua untuk saya.
Untuk anda, Siapa itu Orang tua?
Semoga bermanfaat.
Salam,
Rabi'atul Aprianti
20.17 WIB
(Revised Minggu, 03 Oktober 2015)
(Revised Minggu, 03 Oktober 2015)
Siapa itu orangtua?
Pertama-tama saya merasa perlu sungkem pada blog ini dan juga pada diri saya sendiri karena telah vakum puluhan tahun dari kegiatan menuangkan ide saya ke blog ini. Agak aneh memang, jadi teman-teman pembaca tidak perlu khawatirkan :p
Hari kamis lalu selepas kegiatan kuliah dari agenda studi lanjut yang saya ambil, beserta serpihan-serpihan tugas yang setiap hari selalu ada, saya dan seorang teman baik meluangkan waktu untuk saling bicara. Curhatlah bahasa anak mudanya. Kami bicara tentang faktor pembentuk diri kami yang (suka ga suka, menurut kami) paling berpengaruh, keluarga, secara spesifik orangtua.
Berdasarkan pada obrolan atau curhatan itu, saya menyimpulkan tentang "siapa itu orangtua?". Saya sebutkan 3 postulat. Boleh setuju boleh tidak, tetapi semoga bisa menjadi bahan renungan bersama.
Postulat 1: orangtua adalah sumber afeksi utama
Siapa yang pertama kali bersama kita saat kita lahir? Orangtua. Siapa yang mengajarkan kita bicara? Kalau anda beruntung, jawabannya orangtua (kalau kurang beruntung jawabannya bisa saja bibi, si mbok, suster, nenek, atau yang lainnya). Siapa yang membelikan kita baju pertama kali di dunia? Jika beruntung jawabannya orangtua. Siapa yang menyekolahkan kita untuk pertama kalinya? Lagi-lagi jika beruntung jawabannya adalah orangtua.
Sayangnya, banyak sekali orangtua, entah di zaman dulu, sekarang dan mungkin yg akan datang, yang tidak aware dengan kebutuhan lain yang bahkan jauh lebih penting. Apa itu? Afeksi. Kasih sayang, penerimaan, perlindungan, perasaan aman. Banyak orangtua yang tidak aware atau saya katakan tidak sadar bahwa dirinya sebagai orangtua tidak aware tentang hal ini. Berapa banyak orangtua yang suka memeluk anak? Berapa banyak orangtua yang tidak kasar ke anak? Even HANYA mencubit ketika kesal, melotot ketika marah, berkata yang "nyelekit" ketika yang anak kerjakan tidak sesuai menurut orangtua, berapa banyak?
Berapa banyak orang tua yang paham bahwa ketika anak masih bayi, memenuhi kebutuhannya sesegera mungkin merupakan proses pembentukan persepsinya terhadap dunia. Tahukah anda? Pada saat bayi menangis (entah karena lapar, tidak nyaman, atau ingin disentuh) ia sedang belajar tentang dunia. Ketika seorang ibu atau pengasuh sigap memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu, maka bayi belajar bahwa dunia adalah tempat yang aman. Di sisi lain,banyak orangtua yang ketika bayi menangis membiarkannya lama menunggu, kebutuhannya tidak langsung dipenuhi, jangan heran ketika besar nanti ia menjadi orang dewasa yang tidak mudah percaya pada orang lain, insecure, mudah khawatir, pencemas dan sebagainya.
Postulat 2: orangtua adalah role model
"Anak saya itu ya mbak, susah buangettt disuruh solat". Wah, susah disuruh solat? Setelah saya observ ternyata ibunya ini, yang katanya nyuruh solat pas kedengeran adzan juga tetep aja nonton berita gosip. yasalam -.-.
Orangtua adalah teladan, role model untuk anak-anak. Anak belajar jujur dengan melihat orang tuanya selalu berkata benar. Anak belajar berkata baik dari kata-kata orang tua yang didengarnya sepanjang waktu. Anak belajar memberi dengan memperhatikan orang tuanya sedekah. Jadi, jika ingin mendidik anak jadilah teladan yang baik untuknya. Konon kabarnya, "anak-anak tidak selalu menjadi pendengar yang baik, tapi anak-anak bisa mengimitasi dengan sangat baik."
Postulat 3: orangtua adalah tolak ukur
Sejak kecil saya secara pribadi selalu (tidak pernah absen) melaporkan progres akademik saya kepada orangtua dan nenek kakek saya. Ketika saya bilang "ulangan agama dapat nilai 10" ayah saya akan senyum sambil bilang "bagus", Alm kakek saya akan lebih ekspresif dengan merespon "wahhh ihh meuni pinter cucu kai teh (kai = panggilan kakek di kalimantan)", ibu dan nenek saya akan bilang "coba sini liat kertas ulangannya."
Suatu hari, saya dapat nilai 2 untuk ulangan matematika. Saya sejujurnya takut-takut untuk laporan. Sejelek-jeleknya nilai ulangan saya belum pernah 2. Orangtua dan nenek kakek saya ketika itu ternyata memberi respon yang tidak menakutkan, "atuh eneng kunaon? besok atuh belajar lagi ya" begitu kira-kira responnya. See? Ga dimarahin loh ternyata? Sejak kali itu saya paham bahwa di dunia ini seorang yanti boleh ko dapat nilai 2 untuk matematika, manusia itu boleh salah teman-teman. Hanya yang terpenting setelahnya adalah belajar lagi, belajar lagi untuk memperbaiki, belajar lagi supaya ga masuk ke lubang yang sama.
Entah sadar atau tidak sadar, respon orangtua atas semua tindakan-tindakan kita ketika kecil dan bahkan mungkin masih sampai saat ini menjadi tolak ukur kita mempersepsi dan menginterpretasi sesuatu. Baik buruk, benar salah, tolak ukur bahagia, internal value, hal-hal yang bisa dikatakan sifatnya subjektif.
Tiga (katakanlah) postulat di atas menggambarkan siapa orang tua untuk saya.
Untuk anda, Siapa itu Orang tua?
Semoga bermanfaat.
Salam,
Rabi'atul Aprianti
Komentar
Posting Komentar