Sekolah Kehidupan (48) Kesalahan Seorang Ibu

Rabu, 24 September 2014
14.55 WIB


Beberapa waktu dalam beberapa kesempatan saya seringkali dipertemukan dengan seorang ibu yang pergi bersama anak atau anak"nya. Saya gunakan kesempatan itu untuk mengamati kebersamaan mereka. Berharap tidak lama saya juga akan memiliki anak (hehe).

Dalam pengamatan saya itu seringkali saya tersenyum sendiri melihat aksi-reaksi perilaku dan ucapan dari para ibu dengan anaknya, merasa bangga karena saya juga wanita, atau bahkan terharu karena saya jadi ingat dengan ibu saya.
Tapi ada beberapa hal yang saya temukan dari mengamati mereka yang menurut saya adalah kesalahan sikap/perilaku dan atau ucapan dari ibu-ibu tersebut. Mengapa saya sebut kesalahan? Karena menurut pemahaman saya hal-hal itu akan menimbulkan perilaku maladaptif yang merugikan pada si anak kelak.

Apa saja kesalahan" itu?
1. Memarahi anak di ranah umum
Banyak sekali (lebih dari 10 dari pengamatan saya yg hanya beberapa kali) ibu yang dengan agresif memarahi anak di depan umum, di mall, di angkot, dan tempat lainnya dengan suara yang keras dan penuh penekanan. Saya amati anak" yang mengalami kejadian ini selalu menjadi resesif, terpaksa mengalah pada ibu karena tidak berani melawan. Saya heran sejujurnya, marah pada anak boleh tapi lakukanlah dengan kasih sayang dan secara personal, sehingga anak tidak merasa harga dirinya terlucuti di depan umum. Anak-anak yang sejak kecil sudah terlucuti harga dirinya di depan umum akan menjadi anak-anak yang suka minder, tidak percaya diri, bahkan bisa menumbuhkan bibit perilaku bullying dalam dirinya. Stop memarahi anak di depan umum jika ingin punya anak yang sehat jiwanya.

2. Mengikutsertakan anak dalam kompetisi" sebelum anak berusia 12 tahun
Apa ada yang salah dengan kompetisi? Tidak ada selama itu baik. Tapi berhati-hatilah jika anda seorang ibu yang suka mengikutkan anaknya berkompetisi saat anak berusia di bawah 12 tahun. Bagaimanapun baiknya kompetisi yang diikuti, anak di usia bermain masih cenderung tinggi egosentrisnya. Sehingga ketika kalah, anak-anak secara tidak sadar akan mempersepsi "teman yang menang itu lebih bagus sementara saya jelek". Dengan cara seperti apapun memberi pengertian" yang sifatnya dewasa, emosi anak belum cukup stabil untuk berpikir bahwa gagal bukan berarti saya jelek. Persepsi bahwa "saya lebih buruk dari teman yang menang" akan melahirkan sisi pesimistik dan kurang percaya diri sekalipun tidak terlihat atau anak tidak mengutarakannya pada kita.

3. Menuruti semua yang diinginkan anak
Menuruti semua kemauan anak adalah tindakan yang berbahaya. Bagaimanapun sayangnya ibu pada anak, tidak semua keinginan anak harus dipenuhi. Anak sejak kecil harus belajar untuk tidak  tumbuh menjadi individu yang egois terlebih terlalu ambisius. Ajarkan pada anak bahwa ada pemahaman "benar salah & baik buruk". Jangan tergoda hanya karena tidak ingin melihat anak menangis.

4. Minim perhatian dan ekspresi sayang
Jika kita ingin anak tumbuh dengan baik dan sehat secara psikologis, jangan menjadikan anak sisa waktu anda dalam sehari & jangan pula pelit ekspresi sayang. Tatapan sayang, bicara, candaan, sapaan atau panggilan sayang, ciuman, dan pelukan murni diperlukan dalam mengasuh anak dan tidak ada toleransi untuk hal-hal ini. Situasi yang hangat terutama dari ibu akan membuat anak mempersepsikan dunianya sebagai tempat yang aman dan nyaman untuk tumbuh sebagai manusia.

5. Memaksakan kehendak pribadi pada anak
Berapa banyak anak-anak yang sejak kecil dicecoki kehendak pribadi orangtua khususnya ibu. Bahwa masa depan bagus adalah jadi dokter, insinyur, pilot, yang lain jelek. Bahwa yang bagus untuk anak laki-laki adalah warna biru bukan pink atau kuning. Anak adalah makhluk hidup yang punya kebebasan yang sama dengan kita orangtua, arahkan anak untuk mengeksplorasi banyak hal, bimbing mereka untuk tau berbagai profesi, berbagai warna di dunia, nanti pada akhirnya hati mereka akan memilih sendiri mana yang paling pas untuk mereka :)
Kita semua harus tau, bahwa anak yang dibesarkan dalam ruang egoisme dan ambisi juga akan menjadi manusia yang seperti itu di masa depan.

6. "Mendewasakan" anak tanpa menyesuaikan usia
Pernah melihat anak kecil yang dandanannya seperti orang dewasa? High heels ala anak-anak, make-up di wajahnya, gaya hidup glamor yang tidak sesuai dengan usia mereka (kongkow di cafe bersama orang-orang tua atau nonton film yang tidak sesuai usia mereka). Percayalah orangtua atau ibu semacam ini sedang mempersiapkan orang dewasa yang kekanak-kanakan nantinya, dalam hal pikiran dan emosi. Pernah menemukan orang yang usianya sudah "tua" tapi masih saja egois, keras kepala, dan hanya mementingkan diri sendiri?


Masih banyak kemungkinan kesalahan-kesalahan lain yang belum saya tuliskan disini. Saya tulis artikel ini dengan harapan bisa menjadi wawasan baru bagi teman" pembaca, khususnya wanita. Mari menjadi calon ibu yang baik, mari bersama kita siapkan diri mengasuh generasi masa depan, mari bersama kita bagi informasi ini ke para ibu yang hari ini sedang menyiapkan pemimpin" masa depan :)

Semoga bermanfaat untuk kita semua.




Dalam bayangan pepohonan,


Rabi'atul Aprianti
Bachelor of Psychology
Apriantirabiatul@gmail.com

Komentar