Sekolah Kehidupan (45) Persaudaraan seharga Rp 4000

06 September 2014
18.38 WIB


Berapa harga persaudaraan teman-teman dengan orang-orang yang kalian anggap saudara? Entah saudara kandung atau saudara tidak kandung. Pernahkah kalian hitung biayanya?

Mereview aktivitas saya tiga minggu ke belakang yang mendapat sebuah rezeki berupa kesempatan berkarya di sebuah lembaga di daerah Cawang, Jakarta, saya diharuskan berangkat dengan kereta jam 6.30 pagi dan baru bisa pulang dengan kereta paling cepat 6.40 di senja hari.

Ada banyak cerita bahwa bekerja dengan kondisi pp bogor-jakarta dengan kereta atau commuter-line setiap harinya adalah sebuah perjuangan melelahkan. Terlebih hari kerja saya tidak biasa, from sunday to friday, free only on saturday. Suasana kereta menjadi sebuah hal rutin lama kelamaan. Saya membuktikan sendiri semua itu memang melelahkan, penuh pelajaran untuk sabar. Tapi, satu hal menarik yg saya dapatkan adalah "persaudaraan seharga Rp 4000".

Semua ini bermulai dari sebuah jumat dimana saya harus pulang melebihi jam kerja karena kondisi pekerjaan tertentu. Semua berjalan seperti biasa. Saya menuju stasiun dengan sebuah mikrolet, masuk stasiun dan menunggu kereta. Setelah 45 menit berdiri akhirnya saya mendapatkan tempat duduk. 5 menit duduk kereta sampai di stasiun Bojong Gede. Beberapa menit ditunggu kereta tidak juga melanjutkan perjalanan. Tidak lama petugas menginformasikan bahwa kereta hanya bisa sampai disitu karena rel kereta di daerah Cilebut terendam air hujan.

Teman-teman bisa bayangkan semua penumpamh turun dan keluar stasiun. Kami semua mencari angkot atau ojek untuk meneruskan perjalanan ke arah Bogor. Di luar stasiun Bojong banjir besar, jalanan tergenang air dan saat itu belum kami temukan satu pun angkot yang mau membawa kami ke arah Bogor. Persaudaraan seharga 4000 dimulai. Kami semua, bersama-sama berjalan di tengah banjir besar itu, saling bantu melewati jalan tertentu yang dirasa berbahaya, mengobrol dan bercerita dengan beberapa ibu-ibu atau bapak-bapak yang juga pulang kerja. Kami berjalan hampir 3 km dan semua jadi tidak terasa. Saya sendiri berkenalan dengan beberapa wanita yang nampaknya seusia dengan saya. Kami bersama-sama mencari angkot menuju Bogor agar bisa dengan segera sampai di rumah masing-masing.

Hari itu tanggal 15 Agustus 2014 dan kami anggap kami semua gerak jalan sebagai sebuah selebrasi kemerdakaan bangsa ini. Persaudaraan seharga 4000 telah terjalin :). Hingga saat ini saya senyum sendiri mengingat kejadian langka itu. Bagi saya cukup sekali, saya membayar Rp 4000 dan yang saya dapatkan adalah naik kereta, pengalaman jalan kaki di banjir besar, gerak jalan kemerdekaan bersama saudara-saudara baru sekaligus stimulus bagi saya untuk selalu bersyukur. Bersyukur mendapat pengalaman unik seperti itu :)


Sambil menonton hujan,


Rabi'atul Aprianti
Bachelor of Psychology
Apriantirabiatul@gmail.com
@RabiatulApriant

Komentar