Sekolah Kehidupan (31) 9+9 belum tentu 18

20 Juni 2014
11.03 WIB


Adakah di antara teman-teman yang tergolong sangat selektif memilih teman? Saya termasuk orang sejenis ini awalnya. Saya selektif memilih mana pihak-pihak yang boleh masuk ke ranah pribadi saya, termasuk mengetahui bagaimana kondisi keluarga dan latar belakang saya.

Saya awalnya percaya bahwa dengan sangat selektif saya akan memperoleh teman-teman yang menurut persepsi saya berkualitas sehingga mampu meningkatkan kualitas diri saya pula. Saya percaya bahwa nilai yang tinggi digabungkan dengan nilai yanh tinggi pula akan menghasilkan output nilai lebih tinggi. Matematis.

Seiring berjalan kehidupan, saya mulai diberikan oleh Tuhan teman-teman yang bervariasi di fase hidup yang berbeda. Seringkali saya berpikir teman-teman saya ketika di SMP A tidak lebih menyenangkan dari teman-teman saya di SMP B. Ya, saya memiliki dua sekolah ketika SMP. Ada masa dimana saya merasa lebih cocok dengan teman-teman semasa SMA daripada teman-teman masa kuliah S1. Begitu terus sampai suatu hari semuanya berubah.

Ketika saya digandrungi oleh beberapa problem hidup di sisi-sisi yang berbeda. Persepsi saya ini mulai berubah. Saya menemukan teman-teman SMP saya sebagai penyemangat di satu sisi problem hidup, kemudian teman-teman SMA menjadi sandaran nyaman di satu sisi problem hidup yang lain, sementara teman-teman dan kolega semasa kuliah s1 menjadi penasihat bagi perjalanan hidup selanjutnya.

See? Saya merasa sangat beruntung dikelilingi oleh mereka. Sangat beruntung. Saya menemukan satu formula kehidupan, bahwa ternyata nilai (yang menurut persepsi saya) tinggi ditambah nilai tinggi belum tentu menghasilkan nilai tinggi pula. 9+9 belum tentu jadi 18, karena yang saya alami justru berbeda. Ketika saya merasa nilai saya 9 dan melihat nilai teman saya 8 kami justru bisa menghasilkan output nilai 18. Atau sebaliknya, ketika saya merasa nilai saya sedang 7 sementara nilai teman saya 9 kamipun ternyata dapat menghasilkan nilai tinggi bersama.

Maka hidup tidak semuanya matematis. Dalam hal persahabatan misalnya. Maka saat ini saya belajar untuk dapat berteman dengan siapa saja (yang baik). Memberikan diri saya kelonggaran untuk melihat lebih banyak manusia, belajar lebih banyak dari lebih banyak orang. Tidak, bukan hanya belajar dengan pikiran tapi juga belajar melalui perasaan.

Selanjutnya, satu hal penting lagi, saya percaya bahwa orang yang baik akan didekatkan dengan yang baik pula. Tuhan akan membawa teman-teman yang baik bagi orang yang baik. Insya Allah.




Rabi'atul Aprianti
Bachelor of Psychology
Founder of Seasons! Crochet shop
Apriantirabiatul@gmail.com

Komentar