10 Juni 2014
19.01 WIB
Di dalam hidup setiap manusia ada masa yang sama yang pasti terjadi dengan seizin Allah. Masa yang sama meski terjadi di waktu yang berbeda bagi tiap-tiap orang. Masa yang seperti apa?
Izinkan saya mengisahkan dua kehidupan dari dua tokoh, A dan B.
A terlahir sebagai seorang anak sulung dari pengusaha yang kehidupannya sangat cukup. Sejak kecil segala kebutuhannya selalu terpenuhi. Tabungan atas namanya sendiri sudah ia miliki sejak usia dini. Orangtuanya dengan leluasa mengirimnya merantau untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik. Apa yang ia inginkan bisa ia beli. Beruntungnya ia memiliki teman-teman yang baik, yang mampu melindungi dirinya dari hal-hal yang tidak baik dan tidak bermanfaat. Tapi taukah kalian? Hatinya sebenarnya tidak benar-benar bahagia. Mengapa? Karena sejak kecil ia merasa kekurangan kasih sayang. Ayah dan ibunya sibuk bekerja, bahkan weekend diisi dengan menghadapi para tamu di rumah. Tidak pernah ada pelukan, ciuman di pipi, atau ucapan "ibu sayang padamu". A kemudian mencari kebahagiaan di luar. Ia pacu dirinya untuk berprestasi semaksimal yang ia bisa. Ia dapatkan itu. Nilai akademiknya baik sekali, tak jarang teman-temannya datang untuk belajar bersama. Suatu waktu ia didaulat untuk mewakili tempatnya belajar guna mengikuti suatu perlombaan (sejenis cerdas cermat).
Kehidupan B berbeda. Ia lahir di keluarga petani. Ia juga anak sulung di keluarganya. Ada banyak keinginan yang harus disimpannya karena kondisi finansial keluarga yang kurang memungkinkan. Seringkali ia sedih karena hal ini. Sehari-hari ia berjualan kue di sekolah untuk membantu orangtuanya. Kue itu hasil tangan ibunya. Meskipun begitu ayah dan ibunya memberi kasih sayang yang cukup. Cukup baginya sehingga ia tumbuh menjadi anak yang sederhana dan penyayang. Suatu hari ketika ia meminta izin untuk pergi merantau mencari ilmu, orangtuanya melepas dengan membekalinya beberapa potong ikan asin. Kalian tau? Di tanah rantau bekal ini amat disayangnya. Ketika ikan asin tinggal sepotong, ia rebus air di panci, ia bubuhi potongan bawang putih dan cabe kemudian ia celupkan potongan ikan asin itu beberapa menit, kemudian ia angkat ikam asin tersebut dan disimpan kembali. Kaldu itu kemudian disantap dengan nasi. Itulah bahan bakar baginya selama beberapa hari. Di pendidikan,meski tergolong biasa saja dalam nilai akademik, ia memiliki soft skill yang baik. B adalah orang yang komunikatif dan memiliki jiwa kepemimpinan. Tak jarang ia didaulat untuk menjadi pemimpin di beberapa organisasi yang diikutinya.
Kehidupan A dan B berbeda sekali bukan?
Hidup A kurang kasih sayang orangtua, namun ia memiliki kelebihan dalam finansial dan kognitif dirinya. Sebaliknya B kurang secara finansial namun lebih dalam hal kasih sayang orangtua. Inilah yang saya maksud dengan "masa yang sama". Kurang di satu sisi tapi lebih di sisi lain. Seringkali manusia tidak menyadarinya karena lebih berfokus pada apa yang kurang ketimbang apa yang lebih.
Masa yang sama, entah dalam kurun waktu yang sama atau berbeda.
Pernahkah kalian berpikir tentang hal-hal seperti ini dalam kehidupan kalian? Adakah hal yang kurang di satu sisi tapi lebih di sisi lain?
Semoga bermanfaat :)
Rabi'atul Aprianti
Bachelor of Psychology
Founder of Seasons! Crochet shop
Apriantirabiatul@gmail.com
@RabiatulApriant
19.01 WIB
Di dalam hidup setiap manusia ada masa yang sama yang pasti terjadi dengan seizin Allah. Masa yang sama meski terjadi di waktu yang berbeda bagi tiap-tiap orang. Masa yang seperti apa?
Izinkan saya mengisahkan dua kehidupan dari dua tokoh, A dan B.
A terlahir sebagai seorang anak sulung dari pengusaha yang kehidupannya sangat cukup. Sejak kecil segala kebutuhannya selalu terpenuhi. Tabungan atas namanya sendiri sudah ia miliki sejak usia dini. Orangtuanya dengan leluasa mengirimnya merantau untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik. Apa yang ia inginkan bisa ia beli. Beruntungnya ia memiliki teman-teman yang baik, yang mampu melindungi dirinya dari hal-hal yang tidak baik dan tidak bermanfaat. Tapi taukah kalian? Hatinya sebenarnya tidak benar-benar bahagia. Mengapa? Karena sejak kecil ia merasa kekurangan kasih sayang. Ayah dan ibunya sibuk bekerja, bahkan weekend diisi dengan menghadapi para tamu di rumah. Tidak pernah ada pelukan, ciuman di pipi, atau ucapan "ibu sayang padamu". A kemudian mencari kebahagiaan di luar. Ia pacu dirinya untuk berprestasi semaksimal yang ia bisa. Ia dapatkan itu. Nilai akademiknya baik sekali, tak jarang teman-temannya datang untuk belajar bersama. Suatu waktu ia didaulat untuk mewakili tempatnya belajar guna mengikuti suatu perlombaan (sejenis cerdas cermat).
Kehidupan B berbeda. Ia lahir di keluarga petani. Ia juga anak sulung di keluarganya. Ada banyak keinginan yang harus disimpannya karena kondisi finansial keluarga yang kurang memungkinkan. Seringkali ia sedih karena hal ini. Sehari-hari ia berjualan kue di sekolah untuk membantu orangtuanya. Kue itu hasil tangan ibunya. Meskipun begitu ayah dan ibunya memberi kasih sayang yang cukup. Cukup baginya sehingga ia tumbuh menjadi anak yang sederhana dan penyayang. Suatu hari ketika ia meminta izin untuk pergi merantau mencari ilmu, orangtuanya melepas dengan membekalinya beberapa potong ikan asin. Kalian tau? Di tanah rantau bekal ini amat disayangnya. Ketika ikan asin tinggal sepotong, ia rebus air di panci, ia bubuhi potongan bawang putih dan cabe kemudian ia celupkan potongan ikan asin itu beberapa menit, kemudian ia angkat ikam asin tersebut dan disimpan kembali. Kaldu itu kemudian disantap dengan nasi. Itulah bahan bakar baginya selama beberapa hari. Di pendidikan,meski tergolong biasa saja dalam nilai akademik, ia memiliki soft skill yang baik. B adalah orang yang komunikatif dan memiliki jiwa kepemimpinan. Tak jarang ia didaulat untuk menjadi pemimpin di beberapa organisasi yang diikutinya.
Kehidupan A dan B berbeda sekali bukan?
Hidup A kurang kasih sayang orangtua, namun ia memiliki kelebihan dalam finansial dan kognitif dirinya. Sebaliknya B kurang secara finansial namun lebih dalam hal kasih sayang orangtua. Inilah yang saya maksud dengan "masa yang sama". Kurang di satu sisi tapi lebih di sisi lain. Seringkali manusia tidak menyadarinya karena lebih berfokus pada apa yang kurang ketimbang apa yang lebih.
Masa yang sama, entah dalam kurun waktu yang sama atau berbeda.
Pernahkah kalian berpikir tentang hal-hal seperti ini dalam kehidupan kalian? Adakah hal yang kurang di satu sisi tapi lebih di sisi lain?
Semoga bermanfaat :)
Rabi'atul Aprianti
Bachelor of Psychology
Founder of Seasons! Crochet shop
Apriantirabiatul@gmail.com
@RabiatulApriant
Komentar
Posting Komentar