22 Mei 2014
13.54 WITA
Perpisahan selalu membuat sesak di dada. Baik itu perpisahan yang bersifat sementara atau selamanya. Entah mengapa diulang beberapa kalipun bagi saya tidak berkurang sedihnya, bedanya hanya pada dikali kesekian saya sudah mulai mampu mengontrol diri untuk tidak larut dalam kesedihan.
Sudah diulang beberapa kali sejak 11 tahun yang lalu. Berpisah dengan orangtua, keluar dari rumah (yang bagaimanapun kurang nyamannya tetap adalah tempat ternyaman). Pergi merantau dengan permintaan dan restu orangtua pula untuk jadi anak perempuan yang lebih baik.
Setelah 11 tahun, kemarin momen berpisah dengan orangtua itu diulang kembali dengan kondisi emosional yang lebih terkontrol, walaupun tetap menghasilkan rasa sedih yang sama seperti sebelum-sebelumnya. Momen lain yang juga membuat sesak adalah ketika saya harus berpisah dengan teman-teman terdekat di Jogjakarta ketika harus melangkah maju pada kehidupan selanjutnya.
Beberapa kondisi perpisahan lain dengan skala jarak berpisah lebih dekat pun menyisakan kesedihan tersendiri. Berpisah dengan teman terdekat di masa SMA maupun SMP setelah kami reuni atau makan bersama pun membuat saya sedih. Berpisah dengan keluarga atau orang-orang yang saya sayangi setelah kami berlibur bersama selama beberapa hari juga menjadi momen kurang menyenangkan yang harus dihadapi.
Hmm.. perpisahan bagi saya selalu menyisakan kesedihan yang dapat berujung air mata keyika saya sedang sendirian. Tapi ada satu hal yang saya pelajari dari setiap momen perpisahan yang selama ini saya alami. Bukan tentang kesedihan berpisah. Tapi tentang alasan yang membuat saya sedih.
Rasa sayang dan cinta.
Inilah menurut saya penyebab utama kesedihan-kesedihan yang saya alami, yang mungkin juga teman-teman pembaca alami ketika berpisah. Semakin dalam rasa sayang dan cinta kita terhadap pihak terkait semakin dalam pula kesedihan yang timbul.
Ada apa di balik tirai bernama perpisahan?
Rasa sayang & cinta :)
Rabi'atul Aprianti
Bachelor of Psychology
Founder of Seasons! Crochet shop
Apriantirabiatul@gmail.com
@RabiatulApriant
13.54 WITA
Perpisahan selalu membuat sesak di dada. Baik itu perpisahan yang bersifat sementara atau selamanya. Entah mengapa diulang beberapa kalipun bagi saya tidak berkurang sedihnya, bedanya hanya pada dikali kesekian saya sudah mulai mampu mengontrol diri untuk tidak larut dalam kesedihan.
Sudah diulang beberapa kali sejak 11 tahun yang lalu. Berpisah dengan orangtua, keluar dari rumah (yang bagaimanapun kurang nyamannya tetap adalah tempat ternyaman). Pergi merantau dengan permintaan dan restu orangtua pula untuk jadi anak perempuan yang lebih baik.
Setelah 11 tahun, kemarin momen berpisah dengan orangtua itu diulang kembali dengan kondisi emosional yang lebih terkontrol, walaupun tetap menghasilkan rasa sedih yang sama seperti sebelum-sebelumnya. Momen lain yang juga membuat sesak adalah ketika saya harus berpisah dengan teman-teman terdekat di Jogjakarta ketika harus melangkah maju pada kehidupan selanjutnya.
Beberapa kondisi perpisahan lain dengan skala jarak berpisah lebih dekat pun menyisakan kesedihan tersendiri. Berpisah dengan teman terdekat di masa SMA maupun SMP setelah kami reuni atau makan bersama pun membuat saya sedih. Berpisah dengan keluarga atau orang-orang yang saya sayangi setelah kami berlibur bersama selama beberapa hari juga menjadi momen kurang menyenangkan yang harus dihadapi.
Hmm.. perpisahan bagi saya selalu menyisakan kesedihan yang dapat berujung air mata keyika saya sedang sendirian. Tapi ada satu hal yang saya pelajari dari setiap momen perpisahan yang selama ini saya alami. Bukan tentang kesedihan berpisah. Tapi tentang alasan yang membuat saya sedih.
Rasa sayang dan cinta.
Inilah menurut saya penyebab utama kesedihan-kesedihan yang saya alami, yang mungkin juga teman-teman pembaca alami ketika berpisah. Semakin dalam rasa sayang dan cinta kita terhadap pihak terkait semakin dalam pula kesedihan yang timbul.
Ada apa di balik tirai bernama perpisahan?
Rasa sayang & cinta :)
Rabi'atul Aprianti
Bachelor of Psychology
Founder of Seasons! Crochet shop
Apriantirabiatul@gmail.com
@RabiatulApriant
Komentar
Posting Komentar