Sekolah Kehidupan (13) Sekring Pendek vs Sekring Panjang

12 Mei 2014
11.29 WIB

13 Mei 2014
17.42 WITA


Beberapa waktu ke belakang ketika saya membaca sebuah buku saya menemukan istilah baru yang menarik, "sekring pendek". Manusia dengan kondisi ini digambarkan sebagai individu yang mudah tersulut, mayoritas bentuknya adalah mudah marah.

Sebagai pengguna setia transportasi umum, khususnya angkutan kota, saya pun terbiasa membedakan mana supir yang mudah tersulut emosinya oleh kondisi lalu lintas mana yang tidak. Dengan adanya mainan kata baru di atas saya menyebut supir yang mudah tersulut dengan "supir sekring pendek" sementara supir yang lebih sulit tersulut dengan "supir sekring panjang".

Saya kemudian menganalogikan para supir tersebut adalah diri saya dan orang-orang di sekitar saya. Pertanyaannya adalah saya lebih cenderung "sekring pendek" atau "sekring panjang"?

Masing- masing jenis saya cermati memiliki lebih dan kurang masing-masing. Orang-orang dengan "sekring pendek" dominan mudah tersulut tapi juga mudah reda, sedangkan orang-orang dengan "sekring panjang" dominan tidak mudah tersulut tapi ketika mereka tersulut secara emosional tidak cepat reda. Urusan sekring ini pun sangat dipengaruhi dengan model dari orang-orang terdekat kita. Seorang anak dengan kedua orangtua ber-"sekring pendek" tentu akan cenderung memiliki "sekring pendek" karena mencontoh orangtuanya. Begitu pula sebaliknya.

Sekarang, dapatkah kita menatap diri kita dan mencari tahu yang manakah kita? "Sekring pendek" atau "sekring panjang"?


Salam hangat,

Rabi'atul Aprianti
Bachelor of Psychology
Research fellow, writer
Founder of Seasons! Crochet shop
Apriantirabiatul@gmail.com
@RabiatulApriant

Komentar