04 Mei 2014
13.40 WIB
Siang ini perempuan muda itu tergugu dalam isaknya sendiri di ruang tamu rumah saya. Dia duduk di sebuah sofa berwarna coklat dan saya berada di dekatnya. Di hadapan kami terletak tiga kursi kosong (empty chair).
Saya sangat tau ia lelah dengan semua hal yang menimpanya dalam kurun waktu lebih kurang setahun ini. Maka saya putuskan hari ini memberinya intervensi setelah konseling. Empty chair. Begitu kami yang belajar psikologi menyebutnya. Salah satu teknik dari pendekatan humanistik.
Klien diminta duduk tenang dan dihadapannya diletakkan sebuah kursi kosong. Setelah mengatur nafas, klien diminta untuk menatap kursi tersebut dan membayangkan seseorang yang ingin sekali ia temui untuk (mayoritas) menyelesaikan masalahnya. Biarkan klien mengeluarkan uneg-uneg yang ia pendam sambil terus ditemani (bukan hanya diawasi).
Perempuan muda itu bersimbah air mata. Setengah jam menangis mengeluarkan rasa pada seseorang yang dibayangkannya hadir di kursi kosong. Ternyata tidak hanya seorang, tapi beberapa orang yang dibayangkannya hadir di hadapannya.
Saya sejujurnya tau bahwa saya belum boleh melakukan ini. Saya hanya lulusan S1 yang tidak pernah boleh dengan alasan apapun melakukan konseling terlebih intervensi.
Tapi apa saya salah, jika perempuan muda klien saya itu adalah diri saya sendiri?
Rabi'atul Aprianti
Bachelor of Psychology
Founder of Seasons! Crochet shop
Apriantirabiatul@gmail.com
13.40 WIB
Siang ini perempuan muda itu tergugu dalam isaknya sendiri di ruang tamu rumah saya. Dia duduk di sebuah sofa berwarna coklat dan saya berada di dekatnya. Di hadapan kami terletak tiga kursi kosong (empty chair).
Saya sangat tau ia lelah dengan semua hal yang menimpanya dalam kurun waktu lebih kurang setahun ini. Maka saya putuskan hari ini memberinya intervensi setelah konseling. Empty chair. Begitu kami yang belajar psikologi menyebutnya. Salah satu teknik dari pendekatan humanistik.
Klien diminta duduk tenang dan dihadapannya diletakkan sebuah kursi kosong. Setelah mengatur nafas, klien diminta untuk menatap kursi tersebut dan membayangkan seseorang yang ingin sekali ia temui untuk (mayoritas) menyelesaikan masalahnya. Biarkan klien mengeluarkan uneg-uneg yang ia pendam sambil terus ditemani (bukan hanya diawasi).
Perempuan muda itu bersimbah air mata. Setengah jam menangis mengeluarkan rasa pada seseorang yang dibayangkannya hadir di kursi kosong. Ternyata tidak hanya seorang, tapi beberapa orang yang dibayangkannya hadir di hadapannya.
Saya sejujurnya tau bahwa saya belum boleh melakukan ini. Saya hanya lulusan S1 yang tidak pernah boleh dengan alasan apapun melakukan konseling terlebih intervensi.
Tapi apa saya salah, jika perempuan muda klien saya itu adalah diri saya sendiri?
Rabi'atul Aprianti
Bachelor of Psychology
Founder of Seasons! Crochet shop
Apriantirabiatul@gmail.com
Komentar
Posting Komentar