Antara Cinta, Kagum, dan Hormat

03 Mei 2014
23.09 WIB


Saya akan mulai tulisan ini dengan berkata (sambil tersenyum) bahwa "saya sudah lebih dan cukup dewasa hari ini". Maka izinkan saya kali ini membuat sebuah tulisan yang lebih emosional :).

Selama 22 tahun saya hidup hingga hari ini, Alhamdulillah saya diberi kesempatan untuk belajar banyak hal pun terkait perasaan. Silih berganti orang lain datang dalam kehidupan saya, mayoritas menetap hingga hari ini, beberapa lainnya hanya ada sesaat, beberapa sisanya memang saya tidak izinkan masuk lebih dalam ke kehidupan saya.

Tulisan ini saya beri judul "antara cinta, kagum, dan hormat". Tuhan memberi saya kesempatan untuk mempelajari hal ini dalam beberapa bulan terakhir. Saya merasa beruntung ditegur Allah untuk mempelajarinya. Tiga term yang berbeda yang terkadang kelihatan sama.

Sebagai anak perempuan biasa, sayapun pernah mengalami jatuh bangun tertarik dengan lawan jenis. Entah mengapa mayoritas lelaki yang saya sukai berusia lebih tua dari saya. Selain itu, baru saya sadari sekarang, beberapa orang yang pernah saya sukai semuanya berkulit sawo matang dengan hidung mancung dan mata normal (tidak berkaca mata). Dan semua perasaan itu tentu tidak pernah saya sampaikan, untuk apa? Saya belum terpikir menikah ketika itu.

Maka saat ini saya menyadari bahwa rasa suka saya itu hanya sebatas kagum, mengapa? Karena saya memiliki alasan untuk suka pada mereka. Yang satu adalah pemuda Indonesia yang studi di Mesir dan freelance sebagai tour guide, maka beliau memiliki kemampuan bahasa dan public speaking yang baik. Selain itu pengetahuan tentang sejarahnya pun sangat baik mengingat profesi sampingannya. Yang satu lagi adalah kakak angkatan saya ketika sma. Beliau orang yang wajahnya (sepenglihatan saya) selalu basah dengan wudhu, tidak banyak bicara, melangkah pasti, dan murah senyum. Saya menyadari rasa suka ini adalah karena kekaguman saya terhadap mereka.

Rasa suka saya yang lain berawal ketika saya melihat beberapa teman lelaki yang sangat baik pada saya ketika smp. Mereka anak baik-baik. Satu dua memberanikan diri datang kepada saya dan berkata jujur bahwa "saya suka sama yanti". Saya juga suka (tapi tentu saya tidak bilang) tapi hanya karena sikap mereka yang baik dan saya menghormati itu. Maka saya namakan ini sebatas hormat. Hmm..sebuah kondisi lain (yang lebih berat) yang paling saya sadari saat ini adalah hubungan saya dengan ayah saya. Kami hidup sebagai seorang ayah dan putri sulung. Ayah saya saya pastikan memiliki kenangan yang jauh lebih banyak tentang saya dibandingkan sebaliknya. Saya selalu merasa ada yang kurang dari rasa saya terhadap ayah saya. Kami sudah lama tidak terlalu dekat walaupun saat ini saya merasa kondisinya jauh lebih baik. Dengan sedikit kecewa pada diri saya sendiri, saya menemukan bahwa rasa sayang saya terhadap ayah saya adalah rasa hormat yang besar. Saya merasa tertohok dengan hasil renungan ini dan bertekad mentransformasinya menjadi rasa cinta & sayang sungguhan.

Cinta. Satu dimensi lain yang ingin saya jabarkan dalam tulisan ini, tapi saya tau saya tidak bisa. Mengapa? Karena diselami berapa lamapun saya merasa saya tidak akan mampu mempelajari segala sisinya. Jika boleh saya bedakan dengan kedua dimensi lain di atas, Cinta sungguhan ini halus sekali. Lebih halus getarnya dari rasa kagum dan suka atau sayang karena hormat. Desir cinta sungguhan halus dan berirama, ketika sudah matang akan berdampak pada banyak komponen diri kita. Unik dan manisnya cinta sungguhan menurut saya adalah "kita tidak perlu alasan apapun, kita tidak perlu definisi apapun, kita hanya perlu merasa". Cinta jenis ini pun sebuah misteri hati yang ada campur tangan Tuhan di dalamnya.

Saya menyadari ketika jatuh dalam cinta dan sayang yang sungguhan saya tidak perlu mencari kulit sawo matang, hidung mancung, mata normal, sikap yang selalu manis pada saya, harta dan kemapanan finansial, bahkan skill apapun. Cinta dan sayang yang sungguhan membuat saya menuju orang tersebut dengan apa adanya dirinya, dengan segala kekuatan diri dan kelemahan diri yang ia miliki. Menerimanya seutuhnya, tanpa syarat ia harus jadi siapa, tapi somehow selalu ingin membuatnya jadi lebih baik. Bahkan menerima salah dan kurangnya dengan hati damai, sambil terus ingin mendoakan. Saya ingin mencintai dan menyayangi keluarga dan sahabat-sahabat saya dengan cinta jenis ini.

Kita boleh saja cinta dan sayang dengan jenis kagum dan atau hormat, tetapi itu tidak akan bertahan lama ketika alasan yang kita miliki sirna. Maka, dengan pemahaman yang masih rendah sekali ini, saya ingin mengajak teman-teman pembaca untuk menumbuhkan jenis cinta sungguhan dalam diri, terutama bagi orang-orang terdekat. Setelah sebelumnya mengevaluasi jenis cinta dan sayang apa yang kita miliki.

Hmm... saya merasa ada lebih banyak sosok di luar sana yang lebih memahami tiga term ini. Saya mohon maaf apabila ada banyak kekurangan dan kesalahan dalam tulisan ini. Terima kasih pada dua sahabat cantik yang menyadarkan saya tentang cinta jenis hormat, terima kasih pada seorang pemuda yang mengajarkan saya cinta sungguhan, terima kasih pada banyak pihak yang membuat saya belajar cinta jenis kagum.

Then, what is your opinion guys? :)


Dari hati,

Rabi'atul Aprianti
Bachelor of Psychology
Research fellow, writer
Founder of Seasons! Crochet shop
Apriantirabiatul@gmail.com
081310065167

Komentar