Achiever vs Meaning Finder

05 Mei 2014
15.21 WIB


Ada satu pemikiran yang ingin sekali saya bagi pada banyak orang. Orang-orang pertama tentu adalah teman-teman terdekat saya. Sayangnya, saya yang sangat manusia ini selalu saja lupa tentang pemikiran penting yang satu ini setiap kali berada dalam lingkaran dengan teman-teman. Maka izinkan saya membaginya disini.

Selama 22 tahun hidup saya memiliki pengalaman tinggal di beberapa wilayah. Setiap wilayah mengajarkan saya kehidupan yang berbeda.

Teman-teman saya terlebih dulu ingin mengutarakan bahwa saya sejatinya "anak kampung". Lahir dan kecil di daerah yang dimanja dengan kesederhanaan. Hutan belakang sekolah, berbagai jenis pohon buah, dan sawah belakang rumah adalah lahan bermain bagi saya. Saya biasa hidup dengan mensyukuri apa yang ada dan memaknai apa yang saya miliki. Ibu dan nenek saya sering sekali berkata "bersyukur kita masih punya rumah besar walaupun bocor sedikit" setiap kali kami melihat rumah orang lain yang menyedihkan kondisinya. Tanpa saya sadari saya terbiasa dengan kesederhanaan dan pemaknaan.

Setelah lulus sd saya disekolahkan jauh sekali dari rumah. Saya berpisah dengan kedua orangtua dan menetap di kota hujan bersama tante. Saya yang biasa diantar jemput ketika sd saat smp mulai belajar untuk mandiri. Naik angkutan kota untuk pergi dan pulang sekolah. Sekolah saya cukup jauh dari rumah ketika awal smp sehingga mengejar angkot ketika pergi (supaya tidak telat) dan pulang (supaya tidak kemagriban di jalan) adalah rutinitas yang biasa. Ketika itu saya bersekolah di sebuah smp islam yang full-day. Masa sma tidak kalah dengan masa smp, sejak ospek saya sudah belajar untuk jadi yang terdepan menunggu angkot. Lebih dari itu, sma saya merupakan salah satu sma favorit di kota hujan, sehingga hawa kompetitif selalu terasa bahkan dari luar gerbang utama sekolah. Maka saya menjadi biasa dengan hidup yang kompetitif.

Di masa -masa smp dan sma ada waktu dimana saya muak dengan kehidupan yang melulu kompetitif, sehingga saya saat ini memahami alasan mengapa saya ketika itu berteman dekat dengan mereka-mereka yang masih punya waktu untuk memaknai hidup. Bahagianya kami masih berteman dekat hingga saat ini.

Nah, teman-teman seperti judul tulisan yang saya goreskan di atas "Achiever vs Meaning Finder". Selama ini saya merasa dua peran ini bertolak belakang. Saya melihat banyak teman yang achiever selalu ambisius. Harus 3 besar, harus study abroad, harus ini harus itu dll. Tanpa mengambil nafas sedikit untuk duduk bersama memaknai hidup. Sebaliknya, teman-teman saya yang sangat memaknai hidup seringkali terlalu santai. Let it flow, as always. Then if we always think "let it flow", mau larut sampai mana hidup kita? Ketika pemikiran ini berkecamuk saya merasa sendirian dan tidak punya teman.

Kemudian saya memutuskan mulai mengambil langkah sendiri. Sangat ingin peran achiever dan peran meaning finder berkolaborasi dengan harmonis dalam jiwa saya. Saya mulai membuat list mimpi-mimpi yang ingin saya raih dengan latar belakang makna tertentu. Hidup kita terlalu singkat untuk tidak menjadikan diri kita seseorang, tapi pencapaian kita sebagai seseorang itu juga tidak akan berarti apapun tanpa dimaknai.

Saya tidak ingin di sisa hidup saya hanya tumbuh menjadi perempuan ambisius yang rela melakukan apapun untuk mewujudkan mimpi tanpa menjadi perempuan yang selalu bisa memaknai hidup yang dijalani. Tanpa pemaknaan saya rasa sisi ambisius manusia akan membabi buta tanpa tau mana yang baik mana yang buruk. Mereka hanya peduli tentang benar dan salah.

Achiever vs meaning finder mulai saya transformasi menjadi achiever feat meaning finder, siapa yang merasa setuju? :)


Salam hangat,

Rabi'atul Aprianti
Bachelor of Psychology
Research fellow, writer
Founder of Seasons! Crochet shop
Apriantirabiatul@gmail.com
081310065167

Komentar