Keyakinan Diri = Self-Efficacy

29 Maret 2014
09.35 WIB

Ada banyak hal yang bisa terus berubah dalam hidup. Dinamis adalah kodratnya manusia. Yang kemudian penting untuk kita lakukan adalah memilih dan memilah hal-hal mana yang akan kita ajak berubah bersama diri kita dan hal-hal mana yang akan kita biarkan berada di luar sana (kita biarkan tetap seperti adanya). Hal-hal ini kemudian bisa menimbulkan banyak kondisi baru, bisa berwujud masalah, kebahagiaan, kesedihan, kekhawatiran, kebingungan, perjuangan, dan sebagainya.

Pengantar ini mungkin terdengar klise, teoritis, dan mengambang. Banyak gambaran yang lebih real untuk membuatnya lebih jelas. Beberapa tahun lalu, saya terjebak dalam sebuah kehidupan kompleks yang rasanya selalu menekan. Perubahan kondisi di sana sini. Himpitan ketidaknyamanan kondisi rumah, sekolah, lingkungan, membuat saya merasa mengalami degradasi dari sisi kognitif, perilaku, emosional, bahkan motivasi hidup. 

Kisah lain, beberapa teman saya merasa sulit menyelesaikan tugas akhir (baca: skripsi) dan sampai saat saya menulis ini mungkin masih berjibaku dengan teori-teori, alat ukur, analisis, dan seterusnya. Tidak, saya yakin bukan malas yang membuat mereka "terlambat" lulus. Tapi perubahan di sekeliling mereka, perubahan diri mereka sendiri yang menimbulkan kondisi-kondisi baru yang menghambat. 

Satu hal yang saya sadari hari ini, satu hal yang membuat manusia kemudian bisa menyelesaikan semua hal yang menjadi tanggungan, himpitan, bahkan lebih jauh meraih mimpi-mimpi baik yang dimiliki adalah KEYAKINAN. Keyakinan yang baik dan benar pada diri sendiri, pada lingkungan, pada hidup, bahkan utamanya pada Tuhan yang menciptakan kita. Keyakinan yg benar berasal dari kognitif, sementara keyakinan yang baik berasal dari hati :)

Berselancar untuk bicara Keyakinan dari kacamata psikologi, kami (para pembelajar psikologi) menyebutnya self-efficacy. Self-efficacy atau keyakinan diri adalah suatu konstruk yang harus spesifik. Do you get it? Ya, keyakinan diri tidak fully-function jika tidak spesifik, sehingga jika kita ingin sampai atau berhasil melalui sesuatu keyakinan yang kita miliki harus spesifik, sesuai (custom) dengan apa yang kita hadapi. Misalnya, kita akan ujian matematika, maka keyakinan diri yang dibangun adalah keyakinan untuk menyelesaikan soal-soal matematika dengan benar. Nantinya keyakinan bisa dibangun dengan banyak hal salah satunya visualisasi atau imagery (membayangkan).

Menurut para ahli psikologi, self-efficacy adalah keyakinan seseorang tentang kemampuan dirinya dan juga hasil yang akan dia peroleh dari hal-hal yang diusahakannya. Apa saja yang mempengaruhi self-efficacy? Budaya, gender, sifat dari tugas yang dihadapi, insentif eksternal, status atau peran individu dalam lingkungan, serta  kesadaran tentang kemampuan diri. Hal-hal ini kemudian bersinergi untuk mempengaruhi manusia dalam hal values, cara berpikir, cara berperilaku, kestabilan emosi, dan seterusnya. Untuk teman-teman yang ingin menggali lebih lanjut silakan googling jurnal-jurnal tentang self-efficacy ya :) 

Saya kemudian hanya ingin berkata bahwa setiap orang seperti halnya benda-benda langit, memiliki garis orbitnya masing-masing. Setiap orang memiliki kesulitan dan kemudahan hidupnya sendiri-sendiri. Dan hidup adalah tentang keyakinan. Keyakinan untuk terus bertahan ketika kesulitan datang, keyakinan bahwa Tuhan selalu mengawasi dan menjaga kita, keyakinan bahwa bersama kesulitan pasti ada kemudahan, keyakinan untuk tetap menjadi diri sendiri & berada di jalur kebaikan meski samar siapa teman siapa lawan, dan lebih dari itu semua, keyakinan bahwa kehidupan ini hanya titipan :)


Rabi'atul Aprianti
Bachelor of Psychology
research fellow, writer
apriantirabiatul@gmail.com
+6281310065167

Komentar