28 Maret 2014
12.08 WIB
Setelah sekian lama tidak mengecek blog iseng yang saya buat ini, hari ini saya menemukan waktu dan kesempatan untuk "bebenah" dan mengonsep ulang tempat menulis ini. Saya putuskan untuk fokus berbagi mengenai hasil-hasil penelitian psikologi. Salah satu daya tarik yang membuat saya mencintai ilmu yang sedang saya tekuni.
Baik, siang ini saya ingin berbagi tentang satu riset pustaka yang sampai saat ini sayapun masih sangat ingin menggali lebih lanjut. Karya ini saya tulis sebagai salah satu syarat pada salah satu kompetisi mahasiswa di tahun 2012 (waktu itu masih mahasiswa ^^). Apa itu? Silakan dibaca :)
COUNTING BLESSING (BERSYUKUR) & IDE BUNUH DIRI
A. Program Counting Blessing
12.08 WIB
Setelah sekian lama tidak mengecek blog iseng yang saya buat ini, hari ini saya menemukan waktu dan kesempatan untuk "bebenah" dan mengonsep ulang tempat menulis ini. Saya putuskan untuk fokus berbagi mengenai hasil-hasil penelitian psikologi. Salah satu daya tarik yang membuat saya mencintai ilmu yang sedang saya tekuni.
Baik, siang ini saya ingin berbagi tentang satu riset pustaka yang sampai saat ini sayapun masih sangat ingin menggali lebih lanjut. Karya ini saya tulis sebagai salah satu syarat pada salah satu kompetisi mahasiswa di tahun 2012 (waktu itu masih mahasiswa ^^). Apa itu? Silakan dibaca :)
COUNTING BLESSING (BERSYUKUR) & IDE BUNUH DIRI
A. Program Counting Blessing
Program counting blessing
merupakan manifestasi dari konsep kebersyukuran yang diasumsikan dapat
dilakukan sebagai upaya pencegahan perilaku bunuh diri. Program ini bertujuan
meningkatkan fungsi psikologi dan fisik individu khususnya anak dan remaja (Emmons dan McCullough, 2003). Sebuah studi eksperimental
dengan program counting blessing juga
pernah dilakukan oleh Froh, Sefick, dan Emmons (2008) untuk melihat hasil yang
positif pada remaja (awal). Sebelas kelas di sebuah sekolah dibagi secara
random ke dalam tiga kelompok, yaitu kelompok bersyukur, kelopok yang fokus
pada kesulitan (masalah), dan kelompok tanpa intervensi (kontrol).
Pengukuran atau post-test
dilakukan setelah dua minggu intervensi dan setelah tiga minggu sebagai follow-up. Siswa yang berada di kelompok
bersykur diminta untuk menuliskan lima hal yang membuat mereka bersyukur setiap
harinya pada sebuah buku dan siswa yang berada pada kelompok kedua diminta
fokus pada hal-hal yang sulit. Buku kebersyukuran dapat memuat apa saja,
seperti “Aku bersyukur karena ibuku tidak marah ketika aku tidak sengaja
merusak meja” atau “Pelatihku membantuku untuk latihan baseball” atau “Nenekku sehat, keluargaku terus bersama, saudara
laki-lakiku sehat, keluargaku saling menyayangi, dan kami berbahagia setiap
hari”. Hasil peneltian menunjukkan bahwa counting
blessing terkait dengan tingkat optimisme yang tinggi, kepuasan hidup yang tinggi, sedikitnya
perasaan negatif dan kesehatan fisik yang baik. Selain itu, bersyukur juga
membuat individu menyadari pemberian orang lain dalam hidupnya.
Lantas kemudian apa hubungannya dengan ide bunuh diri?
B. Counting Blessing & Ide Bunuh Diri
Counting
blessing sebagai pengejawantahan
konsep kebersyukuran diyakini mampu meminimalisasi dan mencegah perilaku bunuh
diri pada anak dan remaja khususnya pada kategori suicidal thought (ide bunuh diri). Suicidal thought atau Suicide
ideation merupakan pemikiran serius tentang bunuh diri (Lewinsohn, Rohde,
& Seeley, dalam Haugaard, 2008). Ide bunuh diri adalah kategori pertama
atau bibit dari perilaku bunuh diri yang umumnya tidak terdeteksi namun sangat
penting untuk ditindaklanjuti.
Program counting
blessing dirasa dapat mencegah dan meminimalisasi suicidal thought melalui manfaat-manfaat kebersyukuran yang telah
disebutkan dari literatur yang relevan. Bersyukur, secara general, dapat
meningkatkan kesejahteraan psikologis. Secara detail, bersyukur dapat
meningkatkan optimisme, meningkatkan perasaan positif, meningkatkan kepuasan
hidup, empati, kemampuan prososial, dan kemapuan interpersonal. Manfaat
bersukur meliputi aspek fisik, emosional, dan interpersonal (Emmons dan
McCullough, 2003).
Melalui manfaat bersyukur yang secara singkat dapat
dirumuskan ke dalam tiga aspek di atas yaitu kesejahteraan fisik, emosional,
dan interpersonal, ide bunuh diri (suicidal
thought/suicide ideation) dapat dicegah dan diminimalisasi. Ketika anak dan
remaja memiliki kondisi fisik, emosional, dan interpersonal yang baik, mereka
akan memiliki etiologi bunuh diri yang rendah atau sangat rendah baik dari
konteks individual, keluarga, sosial, dan budaya. Kondisi fisik, emosional dan
interpersonal yang sejahtera mengarahkan pada kecenderungan depresi,
agresivitas, dan impulsivitas yang rendah, kemampuan untuk resilien, dan
kemampuan interpersonal yang baik. Hal-hal tersebut mampu melindungi anak dan
remaja (berperan sebagai faktor protektif) dari faktor-faktor atau etiologi
yang mendorong tumbuhnya pemikiran bunuh diri yang kemungkinan berujung pada
perilaku bunuh diri.
Sekian pemaparan singkat tentang topik ini. So, who wanna try to count our blessing? :)
Komentar
Posting Komentar